23.2 C
Lombok
Minggu, Februari 16, 2025

Buy now

Filantropitalisasi Musibah “Antara Bencana dan Perang Eksistensi”

Oleh : Fauzi

Suara Selaparang – Pada  permulaan tahun 2021 ini Indonesia telah dilanda musibah yang silih berganti, mulai dari jatuhnya pesawat Sriwijaya, gempa bumi, gunung meletus, banjir, yang notabene tiap tahun tak kunjung selesai.

Dari rentetan bencana-bencana itu sedang terjadi di beberapa daerah, di saat yang sama banyak tumbuh organisasi, perkumpulan dan lain sebagainya.

Geliat organisasi yang banyak tersebut diharapkan dapat mengakomodir beragam ide dan kepentingan kolektif masyarakat sipil.

Namun apa yang terjadi belakangan ini, ternyata banyak organisasi cangkokan, satu personal dapat duduk di lebih dari dua organisasi. Pertama itu menandakan banyak tempat belajar, kedua terlalu bias visi dan bahkan tidak dapat fokus gara-gara misi dan programnya serupa.

Ada dugaan bahwa kaum elit organisasi sekarang ini bertarung sangat sengit untuk mempertahankan eksistensinya di dunia maya. 

Sukses dari misi, program dan kegiatannya diukur dari respon dari netizen, berapa jumlah like, share dan coment.

Banyaknya organisasi tatkala bencana sekarang mengambil alih peran organisasi kemanusiaan demi mengejar rating pengguna media sosial.

Organisasi kemanusiaan menganggur, non job dan hampir bubar karena anggotanya ikut nimbrung di organisasi tetangga.

Akhirnya organisasi hanya sebagai ajang tempat Selfi, tempat menampung foto berpura-pura berfikir dan seolah-olah bergerak. 

Hari ini hampir semua bendera turun di tengah masyarakat, mencari sumber dana dengan berdiri di setiap lampu merah, membuka donasi dan lain sebagainya untuk bisa membantu dan berpose dengan masyarakat yang terdampak meskipun membantu sekedar mie instan untuk sekedar pengakuan di masyarakat bahwa bendera saya membantu rakyat terkena bencana. 

Wilayah yang terdampak, tergenang dan yang hanya dilewati air yang debitnya tinggi pun menjadi sebuah kesempatan bagi sebagian organisasi untuk menunjang pengakuan dan membesarkan benderanya 

Pengakuan memang penting untuk semua orang dan organisasi untuk memudahkan jalan di kemudian hari, dan hal ini adalah cara main media sosial yang membuat orang harus ikut bertarung untuk merebut kekuasaan.

Seperti cyberspace (ruang Maya) yang di dalamnya orang dapat mengubah dan menciptakan identitas, peran dan konsep diri sesuai dengan keinginannya. 

Organisasi yang tidak bergelut di bidang kemanusiaan pun mau tidak mau harus terjun di bidang itu, karena jika tidak dia akan tenggelam di makan zaman karena zaman ini adalah zaman memburu eksistensi.

Semua berusaha menonjolkan eksistensinya di ruang maya, cyberspace menjelma menjadi budaya tersendiri semua yang terdapat di dalamnya dipenuhi dengan simbol, gaya, nuansa, cintra, tanda, warna dan lain sebagainya dan tujuan semakin membuat ruang maya menjadi suatu area simulasi dan kita menjadi simulacrum di dalamnya. 

Ini adalah hiperrealitas, dunia yang melampaui kenyataan yang pernah disampaikan oleh tokoh filsuf Jean Baudrillard bahwa kenyataan sukar untuk dibedakan mana yang asli dan mana yang palsu, semua orang bertindak kemanusiaan dengan motif-motif atau murni ingin membantu.

“Jika demikian cara mainnya. Mari kita sama-sama bermain”

SS-AD

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Latest Articles