LOMBOK TIMUR, Suara Selaparang- Konflik agraria yang mengorbankan masyarakat kecil masih saja terjadi. Kali ini diduga terjadi karena persekongkolan antara penguasa dan pengusaha tambak udang di Gegerung, Desa Pringgabaya Utara, Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur.
Sebut saja Ihsan, seorang petani, dimana lahan kebunnya seluas tidak kurang dari 1,4 hektar dirudapaksa oleh perusahaan tambak udang (PT. PR, inisial nama perusahaan tambak udang, red), di mana di luas lahan yang sebelumnya kebun kelapa itu telah berganti rupa dengan 9 kolam tambak udang yang tak terurus.
Ihsan menceritakan, awalnya ia menggugat kepemilikan sejumlah lahan dari H. Nasir yang merupakan anak tiri dari pamannya ke Pengadilan Agama (PA) Selong, di mana putusannya keluar pada tahun 2003, di mana dia memenangkan gugatan. Berikutnya pada tahun 2007 pun putusan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Mataram menguatkan putusan PA Selong.
Guna menguatkan putusan PTA Mataram itu, pihak Ihsan pun melakukan upaya hukum terakhir dengan melayangkan permohonan pembanding ke Mahkamah Agung (MA), di mana pada tahun 2009 putusan MA keluar, dan justru menguatkan isi putusan PTA Mataram, bahwa ahli waris dan pemilik sah atas beberapa titik lahan adalah Ihsan bukan H. Nasir.
“Kami berperkara dari tahun 2003 di PA Selong, lanjut ke PTA Mataram 2007 dan di MA tahun 2009. Semuanya kami menang sampai terakhir,” kata Ihsan, (30/05/2021).
Diakui dia, salinan putusan MA yang memenangkan gugatannya atas beberapa titik lahan itu, diterima juga oleh pihak yang kalah dalam hal ini H. Nasir. Namun terlepas dari itu Ihsan pun heran, kenapa H. Nasir pada tahun 2019 berani untuk memperjual belikan tanah yang telah jelas berdasarkan putusan pengadilan kepemilikannya bukan lagi miliknya.
“Saya heran kenapa H. Nasir berani melawan putusan pengadilan dengan menjual tanah kami ke pihak tambak di tahun 2019. Pihak Tambak pun pasti tahu, begitu juga denganku kepala desa,” kata dia.
Masih lanjutnya, setelah keluar putusan inkrah dari MA pada tahun 2009, dirinya mengaku tidak tinggal diam. Tapi langsung mengupayakan eksekusi melalui kuasa hukumnya waktu itu. Tapi ternyata tidak urung dilakukan, sampai terakhir dirinya pun mendaftarkan secara pribadi di PA Selong tahun 2019, dan baru kemudian dilakukan proses eksekusi pada tahun 2020.
“Saya tanya pengacara saya kapan eksekusi. Ternyata dia tidak pernah daftar di pengadilan. Kemudian saya kumpulan dana, baru 2019 saya daftar dan 2020 dilakukan eksekusi,” papar dia dan menceritakan jika saat proses eksekusi, sempat terjadi tindakan yang tidak semestinya kepada juru sita dari pihak PT. PR.
Bahkan ditegaskan oleh Ihsan yang diperkuat juga oleh keterangan warga inisial S (narasumber selanjutnya, red) proses jual beli (pembayaran, red) dari pihak perusahaan kepada H. Nasir dilakukan di sebuah kantor notaris yang beralamat di Aikmel, dengan oknum notaris inisial H.
“Pembayaran dilakukan di depan notaris, yang kantornya di Sordang. Masak Kades tidak tahu, dan pasti dia menjadi saksi,” jelasnya.
“Saya yakin juga antara Pak Manan (Kepala Desa, red) dan pihak perusahaan tau, kalau itu tanah sengketa, tapi kenapa mereka berani membeli pada pihak yang kalah. Perusahaan kan bukan orang bodoh, pasti dia cari data tanah itu, misalnya siapa yang punya, berapa luas dan seterusnya,” beber Ihsan lagi.
Masih kata Ihsan, bak jatuh tertimpa tangga, justru jalan umum yang merupakan akses satu-satunya warga ke perkebunan dan pantai, oleh pihak PT. PR (perusahaan, red) ditutup, dan nyatanya jalan lain yang dibuat oleh perusahaan berdasarkan kesepakatan yang diprakarsai oleh H. Manan sebagai pengganti atas akses jalan yang ditutup itu merupakan tanah milik dari Ihsan sendiri yang belum dibayar sampai saat ini.
“Jalan umum yang dulu itu, ditutup oleh pihak tambak. Jadi sekarang masyarakat tidak ada akses jalan untuk ke pantai,” ungkapnya dan menyebut jika pada salinan putusan MA batas objek tanah yang dimenangkannya itu, di sebelah timur adalah jalan umum yang ditutup oleh PT PR tersebut.
Atas hal itu, Ihsan berharap pihak PT. PR memiliki itikad baik untuk melakukan pembayaran atau ganti rugi dengan pantas, dan diharap juga H. Manan selaku Kades tidak berpihak. “Jadi pointnya tanah kami ini adalah jalan satu-satunya. Tapi kan tidak mau dibayar,” ucapnya.
Di lain kesempatan, S pun mengatakan jika sempat beberapa kali pemilik lahan berupaya menutup jalan yang dibuat sepihak oleh PT. PR, berdasarkan izin dari H. Manan selaku Kades, tapi kemudian dirusak kembali.
“Pak Kades yang memerintahkan warga untuk merusak pagar tembok yang sudah dipasang oleh pemilik lahan. Bahkan Pak Kades perintahkan warga lewat pengeras suara di masjid waktu itu. Kata kadesnya walaupun dipagari pakai apapun, rusak sudah nanti saya tanggung jawab,” kata S tegas (01/06/2021).
Lanjutnya, lahan milik Pak Ihsan itu di jadi Blok 8 dan 9 di tambak yang dikelola oleh PT. PR, lebih jauh dia menerangkan pengerusakan sampai pagar yang dipasang oleh pemilik lahan terjadi beberapa kali, “ditutup pemilik lahan mungkin 3 kali, 3 kali juga dirusak,” tuturnya.
Dia juga menyebut berdasarkan sepengetahuannya, terdapat juga beberapa pihak terkait (formal dan informal, red) yang terlibat baik secara langsung ataupun tidak dalam proses berhala konflik agraria itu. Adapun identitas pihak yang disebut itu, untuk sementara tidak media ini sebutkan satu persatu.
Setali tiga uang dengan yang disampaikan oleh Ihsan dan S. Warga lainnya dengan inisial SN dan RI pun memberikan keterangan yang sama terkait dengan persoalan tambak dan jalan umum yang ditutup oleh PT. PR itu.
“Musyawarah tingkat dusun sudah dilakukan, sampai sekarang tidak ada titik temu, dan itu disampaikan langsung kepada Pak Kades,” ujar SN.
Ditanyakan terkait waktu proses jual beli antara PT. PR dengan H. Nasir apakah H. Manan sudah menjadi Kades atau tidak, dirinya tegas dan memiliki jawaban yang sama dengan Ihsan dan S, jika H. Manan telah menjabat sebagai kades waktu itu.
“Waktu jual beli tanah tahun 2019 itu, Pak Manan udah jadi kades. Sebelum itu dia juga menjadi Ketua BPD,” timpal RI lagi. Bahkan fakta lain ditemukan, jika seperti yang dikemukakan oleh RI, warga sekitar mengeluhkan pembuangan limbah dari tambak yang dikelola oleh PT. PR.
“Warga disini mengeluhkan limbahnya itu. Masyarakat kan tidak berdaya, semua diserahkan kepada orang-orang besar. Sebab mereka pasti menolak,” cetus dia, (02/05/2021).
Keesokan harinya (03/06), media ini mendatangi Kantor Desa Pringgabaya Utara guna menemui H. Manan untuk dimintai keterangannya. Tetapi nyatanya H. Manan tidak ada di kantornya. Oleh staf desa setempat menyatakan jika H. Manan tengah menghadiri rapat di Kantor Camat Pringgabaya, awak media ini pun bergegas ke kantor camat.
Tapi ternyata upaya dari media ini untuk mencari bersangkutan ke tempat itu tidak membuahkan hasil, lantaran H. Manan ternyata tidak hadir, melainkan hanya diwakili oleh Sekdes.
“Pak Kades Pringgabaya Utara tidak hadir mas, Sekdesnya saja yang hadir ini,” kata resepsionis acara itu.
Awak media ini pun akhirnya mendapatkan kontak H. Manan dari orang yang tidak disebut namanya. Media ini pun berhasil menghubungi dirinya, dan langsungkan menanyakan terkait persoalan lahan dan jalan umum yang dikuasai oleh PT. PR.
“Kalau soal pembebasan tanah apapun bentuknya saya tidak tahu, terkait jual beli dan apapun bentuknya saya juga tidak tahu, karena saya menjabat baru 2 tahun,” kata dia melalui saluran seluler, (03/06/2021).
Ditanyakan apakah dirinya menjadi saksi jual beli antara PT. PR dan H. Nasir, dirinya pun membantah, dan memberikan keterangan berbeda dengan narasumber sebelumnya. “Ndak, ndak, ndak pernah saya menjadi saksi jual beli itu, karena saya kan bukan kepala desa waktu itu. Saya PAW,” tukasnya.
Tapi ia tidak menampik jika dirinya ikut serta dalam proses eksekusi putusan MA yang dilakukan oleh juru sita dari PA Selong pada tahun 2020. “Kalau waktu eksekusi tahun 2020 saya ikut, karena saya dilibatkan istilahnya sebagai pendamping,” ujar dia singkat.
Lebih lanjut, awak media ini pun menanyakan terkait dengan penutupan akses jalan umum ke arah pantai oleh pihak PT. PR, di mana tindakan PT. PR itu disinyalir atas izin dan perintah langsung dirinya selaku kades, dia pun tidak menjawab.
“Saya lagi di acara keluarga ini, suaranya tidak jelas, terputus-putus suaranya, sinyal kurang baik,” katanya yang kemudian selanjutnya dia mematikan sambungan telponnya.
Selang beberapa saat kemudian awak media ini pun kembali menghubungi H. Manan melalui telepon seluler dan melalui pesan aplikasi, namun nyatanya dia menolak panggilan dan permohonan konfirmasi dari awak media ini.