Mataram – Mantan Wali Kota Bima, HM Lutfi menjalani sidang perdananya, Senin, 22 Januari 2024.
HM Lutfi didakwa melakukan kesemufakatan jahat dalam pengadaan atau persewaan bersama keluarga terdekatnya. Antara lain, istrinya Hj Elliya dan Muhammad Maqdis adik iparnya sekaligus kepala cabang PT Risalah Jaya Konstruksi. Mereka dengan sengaja menentukan pemenang pengerjaan di sejumlah proyek di Kota Bima.
Pengadaan barang dan jasa tersebut dimulai sejak perencanaan, persiapan pemilihan pelaksana sampai pada pekerjaan kontrak.
Dalam kegiatannya, yang paling berperan besar membantunya adalah Hj Elliya. Hal itu bermula ketika timses HM Lutfi pada Pilkada Kota Bima tahun 2018 bernama Zafran mendatangi terdakwa di rumahnya di Jalan Karang Guna.
Zafran menananyakan kepada Lutfi terkait pengerjaan yang dilakukan CV“abang itu sudah ada yang kerja, kapan janjinya”. Menjawab itu, Lutfi menyebut bahwa yang berkaitan dengan proyek sebaiknya menghubungi istrinya Elliya sembari mengatakan, “Umi Elliya yang mengatur proyek”.
Menanyakan pekerjaan kepada terdakwa dengan menggunakan CV Delta KBR kemudian terdakwa mengatakan. “Urusan proyek tanya saya ke Umi Elya dia yang ngatur proyek”. Zafran kemudian menemui Elliya. Di sana istri Lutfi itu mengatakan bahwa Zafran untuk tahun ini belum bisa mendapatkan pekerjaan, tapi pada tahun depan.
Kemudian pada tahun 2019 setelah mengetahui anggaran Kota Bima yang ditandatangani Sekda Kota Bima Muhktar, terdakwa meminta M Amin sekaligus Kadis PUPR membuat daftar list proyek di Dinas PUPR setempat.
“Setelah itu, M Amin menyerahkannya ke terdakwa. Daftar list yang kosong akan diisi oleh terdakwa, dan menulis nama M Maqdis yang akan mengerjakannya,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diwakili Andi di PN Tipikor Mataram.
Setelah itu, Maqdis mencari perusahaan yang akan digunakannya untuk mengerjakan proyek tersebut. Setelah mendapatkan nama-nama perusahaan, Maqdis menyerahkannya kepada sanag ipar.
“Terdakwaa langsung menyerahkan list tersebut kepada M Amin, kemudian mengatakan ‘untuk diselesaikan’ dan nama yang diserahkan terseut harus dimenangkan,” jelas Andi.
Daftar list yang diterimanya dari Lutfi selanjutnya diserahkan kepada kabid di Dinas PUPR Pemkot Bima. JPU menyebut, tindakan itu tidak hanya terjadi di Dinas PUPR saja, namun hampir semua dinas di Kota Bima.
Total proyek yang dikerjakan Maqdis selama tahun 2019 sebanyak 15, dengan total anggaran proyek yang diberikan kepada Maqdis baik dengan dengan prusahan sendiri maupun meminjam bendara perusahan lain sebesar Rp32 miliar.
Salah satu proyek yang terlibat dalam perkara tersebut adalah proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di perumahan Oi Fo’o.
“Pengerjaan itu diketahui terdakwa, Elliya dan M Maqdis,” sebut JPU.
Perbuatan Wali Kota yang dilantik pada 26 September 2018 itu tidak sesuai dengan pasal 76 ayat huruf a UU nomor 23 tahun 2014, tentang kepala daerah dilarang membuat keputusan yang memberikan keuntungan pribadi, keluarga, suatu kelompok maupun kelompok politiknya.
HM Lutfi dinilai melanggar Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.