BALI, Suara Selaparang– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur, melakukan kunjungan kerja di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Setidaknya ada tiga fokus kegiatan tersebut yakni soal mekanisme penganggaran, terkait anggaran, dan pendapatan yang dikelola oleh masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD).
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Lombok Timur, HL Hasan Rahman menerangkan, di daerah yang berjuluk pulau dewata itu, masih berkonsentrasi pada pemajuan pariwisata, seperti di Gianyar, Tabanan atau di kabupaten lainnya.
Pariwisata ditempat ini, kata dia, tak dilakukan setengah hati. Mulai dari infrastruktur, kelembagaan sampai dengan penataan destinasi di masing-masing wilayah.
“Itu yang saya lihat, ke khasan politik anggaran di kabupaten atau kota di Provinsi Bali ini,” terang HL Hasan Rahman, kepada media, Jumat (28/5)
Meski hal itu tak sebutkan secara gamblang apakah dijasikan rekomendasi atau tidaknya namun menurutnya, hal ini sudah harus di pull up oleh eksekutif. Dengan keberadaan informasi di media. Dan hasil itu juga telah didokumentasikan di sekretariat DPRD.
Termasuk juga dengan hearing terkait masalah anggaran maupun perencaan tersebut, mestinya harus sudah direspon oleh eksekutif. Sebab itu semua disebutnya telah terdokumentasi dengan baik.
Dirinya juga menyinggung soal Renca Induk Pembangun Pariwisata Daerah (RIPPARDA). Sebenarnya, ucap politisi Partai Golongan Karya ini, sudah diambil alih oleh legeslatif untuk mempercepat untuk prosesnya. Jangan sampai hal itu menjadi halangan untuk pariwisata.
Cuma, terangnya, ada komentar dari penggiat terkait dengan dokumentasi atau data. Yang tak menunjukan perubahan dari kondisi lima tahun yang lalu.
Para penggiat maunya, dengan data yang sekarang. Ia menerangkan, awalnya pihaknya juga berfikir dokumentasi dalan rancangan itu sdah lengkap.
“Kami pikir dokumen sudah lengkap, dan saat ditanyak eksekutif bilang butuh dana untuk itu,” terangnya
Sehingga, lanjutnya, rancangan itu dikembalikan ke eksekutif. Karena belum menunjukan keberadaan masing-masing wilayah.
Seperti Sembalun misalnya, data tentang berapa jumlah hotel dan home stay. Itu datanya masih lima tahun yang lalu, padahal data yang sekarang sudah berubah.
Dia memberikan contoh lagi seperti Mabagik berapa jumlah kulinernya. Seperti rumah makan, usaha kerajinan gerabah dan lainnya.
Jangan sampai, imbuhnya, yang diceriatakan tahun lalu. Sedangkan saat ini hal serupa sudah tak ada.
Kendati demikian, meski usahanya mati namun orang yang bekerja ditempat itu disebutnya masih ada. Hanya saja belum maksimal saja. Ia mengakui jika intervensi dari pemerintah yang kurang
“Sehingga bank data ini penting,” ucapnya
Di lain sisi, fokus pembangunan harus menjadi perhatian. Sebab hal itu akan bebuntut pada anggaran.
Untuk membangun desa wisata mislanya, sering kali ditemukan ketidak fokusan. Di tahun 2019 misalnya ada anggaran untuk membangun itu, namun tahun berikutnya sudah tak ada lagi.
Sejatinya, kata dia, sudah ada rencana penggunaan anggaran yang matang. Semapai dengan tahap promosi untuk mendatangkan pengunjung.
Jadi kata dia, tahapan perencanaan itu harus dilakukan. Apalagi membangun desa wisata, palnnya harus jelas. Bukan sekonyong-konyong jadi desa wisata lalu dikunjungi.
Jangan sampai dibelakang hari sudah dianggarkan miliaran rupiah, tapi lantaran dengan perencaan yang tidak matang berimbas pada anggaran.
Ia mencontohkan, dengan desa wisata Pengelipuran, Kabupaten Bangli. Yang memiliki perencaan jelas. Mulai konsepnya, kelembagaan, penataan, pengelolaan, peran Pemdes, kecamatan, kabupaten, bagaimana bagi hasil usahanya, sampai urusan tiket.
Semuanya dikaji sehingga diberikan porsi anggaran setiap tahunnya.
“Namun kita ini beda begitu sudah dikasih “plek” selesai,” tandasnya.