Mataram, suaraselaparang.com – Terdakwa kasus korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian Lombok Timur (Lotim), Lalu Irham Rafiudin Anum mengajukan memori banding.
Pengajuan memori banding itu di benarkan Humas PN Mataram, Kelik Trimargo.
“Iya, benar. Sudah masuk Senin, 24 Juli 2023,” ungkapnya, Selasa, 25 Juli 2023 siang.
Sementara kuasa hukum Lalu Irham, Satrio Edi Suryo menjelaskan, ada beberapa poin yang di sampaikan dalam memori banding tersebut.
Pertama, majelis hakim di nilai keliru menyimpulkan Lalu Irham sebagai aktor utama dalam kasus Korupsi KUR Pertanian di Lotim tahun 2021 tersebut.
Pasalnya dalam fakta persidangan, program KUR jagung pertanian merupakan program dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Kemudian menunjuk BNI Cabang Mataram sebagai penyalur dana kepada para debitur (petani jagung) dan merekomendasikan perusahaan milik keluarga Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, PT. SMA sebagai offtaker.
Selanjutnya PT. SMA di ganti dan menunjuk perusahaan milik Lalu Irham, CV. ABB sebagai offtaker dan Colletion Agen (CA).
Pergantian itu berdasarkan rekomendasi PT. SMA dan Ketua HKTI NTB.
Menurutnya, pengadilan tingkat pertama juga mengabaikan fakta persidangan bahwa alasan PT. SMA di gantikan karena bermasalah dan tidak mampu menuntaskan program KUR tersebut.
“Di tambah adanya tunggakan dari para debitur KUR Tembakau tahun 2020 dan KUR Jagung Kabupaten Praya 2020. Tunggakan tersebut merupakan tanggung jawab PT. SMA selaku offtaker,” jelasnya kepada wartawan, Selasa, 25 Juli 2023.
“Pengadilan tingkat pertama tidak memiliki integritas dan nyali untuk menggali fakta hukum tersebut. Karena secara nyata melibatkan PT. SMA yang merupakan perusahan milik keluarga KSP Moeldoko,” tegasnya.
Selain itu, sambung Satrio, majelis hakim juga dinilai mengabaikan fakta persidangan yang menyeret nama Krisbiantoro.
Padahal, Lalu Irham dan saksi Baiq Dian jelas menyebut Krisbiantoro turut menerima Rp6.128.696.706.
“Bahkan untuk menghadirkan yang bersangkutan dalam persidangan pun kami menilai JPU tidak sungguh-sungguh,” katanya.
Karena itu, dia meminta agar JPU menuntut dan meminta pertanggungjawaban Krisbiantoro.
“Sangat tidak adil jika sejumlah uang tersebut di bebankan ke Lalu Irham,” ucapnya.
Poin Memori Banding
Poin memori banding berikutnya, majelis hakim di nilai keliru terkait jumlah kerugian negara berdasarkan ahli perhitungan ahli BPKP.
Mahkamah Konstitusi No.003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006 menyatakan bahwa kerugian negara itu harus nyata dan pasti serta di hitung oleh ahli BPK.
Hal itu sesuai Pasal 23 E ayat (1) UUD Tahun 1945, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No. 1 Tahun 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari Luar BPK, bahwa yang berwenang menghitung kerugian negara.
Selanjutnya, terkait uang pengganti yang di bebankan ke Lalu Irham.
Satrio menganggap uang Rp 29 miliar yang di bebankan kepada tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Menurut dia, kliennya seharusnya membayar Rp 5 miliar.
Hal itu sesuai pengakuan Lalu Irham saat memberi kesaksian di hadapan majelis hakim.
Hal itu juga sesuai Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana korupsi yang berbunyi, dalam hal menentukan jumlah pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sesuai yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan bukan semata-mata sejumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan.
Ikuti kami di Google News









